Ketuhanan Yang Maha Esa Harga Mati

Tantangan yang dihadapi umat ini besar sekali. Salah satu yang berat adalah upaya mempertahankan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dari Pancasila yang mendasari sila-sila lain.

Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan hadiah terbesar umat Islam Indonesia kepada bangsa ini. Sebab, saat Negara ini baru saja merdeka, saat itu pula sudah dirongrong oleh sebagian pihak di wilayah timur yang mengancam akan keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, jika tidak mau menghapus 7 kata dari sila pertama yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya”. Maka umat Islam mengalah dengan merelakan cukup dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kalimat ini merupakan kesepakatan seluruh pendiri negara ini. Jika kesepakatan ini diingkari dan sila pertama diubah menjadi Ketuhanan yang berkebudayaan atau yang lain, maka ini adalah bentuk pengkhianatan kepada umat Islam yang telah berkorban, dan sudah mengalah, juga kepada para pendiri Republik ini.

Oleh karena itu Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sudah final, harga mati.

Sebab di mata para pejuang nasionalis Islam, seperti KH. Wachid Hasyim dan Ki Bagoes Hadikoesoemo memandang bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah bermakna Tauhid, yaitu Allah. Bahkan Mohammad Hatta, orang yang giat melobi para tokoh Islam agar rela menghapus 7 kata (sila pertama dalam Piagam Jakarta) itu pun memaknai demikian.

Pembaca yang mulia, inilah sebabnya, mengapa masalah ini kita angkat secara khusus padahal edisi lalu sudah berjudul “MUI tolak RUU HIP”.

Semoga dasar Negara RI ini bisa dipertahankan oleh umat Islam dan segenap bangsa ini. [*]

Be the first to comment on "Ketuhanan Yang Maha Esa Harga Mati"

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*